Donderdag 14 Maart 2013

Manis-Gurih Khas Kalimantan Selatan

SINDO
Browser anda tidak mendukung iFrame Selasa, 12 Juli 2011 14:22 wib
detail berita
Kue lapis (Foto: Google)
SEKILAS kue ini terlihat padat. Namun ketika dicicipi, tekstur kue terasa lembut mirip seperti tahu. Rasanya manis dan legit. Sungguh nikmat wadai bingka ini.
Wadai bingka atau kue bingka dalam bahasa Banjar mempunyai permukaan kecokelatan dan dicetak berbentuk bunga. Kue bingka mirip kue lumpur, namun ukurannya lebih besar. Salah satu bahan campuran yang digunakan dalam pembuatannya adalah kentang. Bisa juga menggunakan nangka serta tapai, tapi cita rasanya tak dapat mengalahkan kentang dan memang kentang yang paling banyak diminati.

Inilah kue kebanggaan masyarakat Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Untuk membuatnya pun tidak mudah. Baik bagian atas maupun bawah kue harus matang merata sehingga pada waktu memanggangnya harus diperhatikan benar-benar agar tidak gosong di satu sisi.

“Dulu untuk membuat kue ini menggunakan pembakaran tradisional, dibakar di atas bara api. Sekarang memanggangnya di oven, lebih praktis,” ujar Cendi Adhi SR, pemilik rumah makan Soto Banjar Nyaman Ibu H Amir di bilangan Antasari, Jakarta Selatan.

Cendi melanjutkan, ketika memanggang, suhu diatur 180 derajat Celsius selama 45 menit dan terus dipantau agar matang sempurna sembari membolak-balik kue. Untuk membuat kue ini diperlukan telur bebek yang cukup banyak. Dipilihnya telur bebek karena bakal menghasilkan kue bingka dengan tekstur yang lebih padat ketimbang memakai telur ayam.

Bingka boleh saja terkenal, tapi kue ini bukan satu-satunya kudapan asli provinsi beribukota Banjarmasin. Kue puteri selat, bingka barandam, lam, kelalapon, kikicak, untuk-untuk, cincin, sari muka, sari pengantin, amparan tatak, pais pisang, dan kararaban juga disanjung masyarakat setempat.

“Pada dasarnya hampir semua kue Kalimantan Selatan dominan dengan rasa manis gurih dan banyak menggunakan santan,” kata Cendi.

Cendi mencontohkan amparan tatak. Kue basah ini terkenal sejak dulu dan tetap eksis sampai sekarang. Orang lebih mengenalnya dengan sebutan nangka susun. Dulu amparan tatak murni terbuat dari pisang masak bercampur tepung beras dengan tambahan garam secukupnya, kemudian dikukus. Kalau mau lebih enak, dalam pengolahan ditambah santan serta gula pasir. Tampilannya tanpa lapisan atas yang umumnya berwarna putih seperti sekarang. Pada amparan tatak tradisional, pisang masak yang digunakan tidak harus jenis pisang talas yang sekarang banyak digunakan. Namun, bisa pisang emas atau jenis pisang lain, bahkan terkadang nangka.

Adapun puteri selat memiliki cita rasa manis dan lembut. Warna hijaunya didapat dari pandan dan lagi-lagi santan kelapa muda tidak absen digunakan. Kue yang dikukus ini memiliki dua lapisan. Lapisan atas adonan bergula merah, sementara lapisan bawahnya ketan. Kue ini menjadi kue kegemaran kaum bangsawan pada masa Kerajaan Banjar. Konon, kue puteri selat pertama kali diperkenalkan oleh Putri Junjung Buih, seorang putri dari Kerajaan Negara Dipa yang menikah dengan Pangeran Suryanata dari Majapahit.

Kue puteri selat hampir mirip dengan sari muka, kue tradisional yang terbuat dari bahan utama tepung beras serta sagu yang ditambahkan kembali dengan santan. Untuk membuatnya, ketan dikukus sampai setengah matang dan dicampur santan. Kue ini memang harus melalui proses mengukus beberapa kali. Terakhir, ketan yang sudah setengah matang dituangi adonan gula merah, gula pasir, telur, vanili, dan garam.

Kue khas Kalimantan Selatan yang lain adalah untuk-untuk. Kue ini semacam roti dan cukup sulit mengolahnya. Menggorengnya harus dengan dua kompor, satu dengan api kecil dan kompor lain berisi wajan dengan minyak yang sudah panas.
Sambil menggoreng, kue ditusuk-tusuk agar bagian dalamnya juga matang, lalu dibolak-balik. Baru kemudian pindahkan ke kompor dengan wajan berisi minyak panas. Bagian dalam kue ini berisi kelapa yang diberi gula merah.

Lain lagi dengan kue lam dari Kota Barabai. Bentuknya persegi dan ada dua jenis: kue basah dan kering. Kue lam kering rasanya amat manis. Kue ini mempunyai bentuk berlapis-lapis. Kendati demikian, lam berbeda dengan kue lapis dari daerah lain. Kue lam sedikit menggunakan tepung sehingga rasa manisnya lebih terasa. Ukurannya pun cukup besar, dalam pembuatannya bisa menggunakan 20–30 butir telur.

Tidak sedikit wisatawan yang memburu kue lam sebagai buah tangan. Di samping karena rasanya yang legit, kue ini juga mampu bertahan hingga lebih dari satu minggu. Kue lam bisa dibilang salah satu pusaka kuliner Kalimantan Selatan yang masih tersisa.

Biasanya pada bulan Ramadhan, aneka jajanan pasar ini bisa ditemukan di Pasar Wadai yang terletak di tepi Sungai Martapura, Kota Banjarmasin. Orang Banjar biasanya menjadikan kue-kue tersebut sebagai hidangan penutup setelah makan atau sehabis salat tarawih.
 

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking